Senin, 12 Desember 2011

4th Essay of Humanistic Studies

Aku dan Keyakinanku
By Andriana Eka Sakti

Saya bukan atheis dan saya percaya akan adanya Tuhan. Saya beragama Islam, dan saya percaya pada Tuhan saya, yaitu Allah SWT.
Saya beragama Islam bukan karena saya memilih Islam sebagai agama saya, akan tetapi sayalah yang di-Islam-kan sejak saya lahir. Orangtua saya menganut agama Islam beberapa tahun sebelum saya lahir, sebelumnya mereka menganut agama Kristen Protestan. Ayah saya bercerita, pada awalnya Ia tertarik pada agama Islam, dan betapa terpukaunya Ia terhadap Islam.
Ayah saya pernah berkata, betapa beruntungnya saya yang mengenal Islam sejak kecil. Bahkan bisa dibilang, ilmu dari Islam yang dimiliki ayah saya tidak lebih baik dari saya ketika saya berumur 6 tahun. Ayahku tidak pernah mengaji, bahkan buta huruf arab. Tidak seperti saya yang selalu pergi mengaji ke TPA sejak saya berumur 5 tahun.
Namun, ketika saya duduk pada bangku SMP, saya melihat ayah saya mulai belajar membaca surat Yassin setelah shalat maghrib. Ia membaca dengan lancar namun tidak beraturan. Ternyata ayah tidak membaca huruf ayatnya, tetapi ayah membaca huruf latinnya. Saya terharu melihat ayah saya, walaupun Ia tidak bisa membaca Al-Qur’an tapi Ia tetap berusaha membacanya karena keyakinannya pada Allah. Lalu saya berinisiatif untuk mengajari ayah saya untuk membaca IQRA’ dan hingga sekarang ayah saya bisa membaca IQRA’ dan masih tahap belajar. Saya sangat bangga dengan ayah saya.
Saya bukan tipe orang yang membanggakan apa yang saya anut, dan saya selalu berusaha untuk tidak pernah merasa bahwa agama sayalah yang paling benar dibanding dengan agama lain. Saya bahkan percaya begitu saja pada Tuhan saya. Suatu saat, guru ngaji saya pernah berkata pada murid-muridnya : “apabila ada orang yang berkata mengapa kamu percaya pada Tuhanmu yang bahkan kamu tidak bisa melihatNya atau tidak ada wujudNya, tak usah kamu jawab karena itu adalah pemikiran orang-orang kafir.” Namun, pada saat itu saya selalu memikirkan hal itu. Mengapa saya bisa percaya ? Lalu, saya mendapat itu ketika saya duduk di bangku SMA, Allah sengaja tidak menunjukan wujud-Nya karena Allah ingin menge-tes, seberapa besar iman kita yang percaya akan kehadiran-Nya dan kekuasaan-Nya tanpa memperlihatkan wujud-Nya. Begitulah yang dikatakan guru agama Islam saya. Ya, dan saya yakin apa yang dikatakan guru saya itu benar.
Menurut saya, tidak ada agama yang paling benar. Banyak sekali agama yang ada di Indonesia, hanya jalannya saja yang berbeda namun tetap mengarah pada kebaikan. Bahkan tidak ada yang salah dengan orang-orang atheis, mereka hanya belum meyakini atau belum menemukan jalan menuju Tuhannya. Selama mereka bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, kerukunan akan selalu tercipta.

Selasa, 01 November 2011

3rd Journal Reflection : Humanistic Studies

Identitasku

Namaku adalah Andriana Eka Sakti.

Aku adalah seorang anak pertama yang selalu berusaha untuk selalu berbakti kepada orang tuaku. Aku adalah seorang anak yang beruntung karena memiliki orang tua yang lengkap dan sangat menyayangiku. Orang tuaku adalah orang jawa, dan aku hanyalah keturunan jawa.

Aku adalah seorang kakak yang selalu berusaha agar bisa menjadi panutan adikku. Bertengkar adalah kegiatan rutin yang hampir tidak pernah tidak aku lakukan dengan adikku setiap harinya. Ya, terkadang egoku sangat tinggi. Menjadi seorang panutan sangat sulit. Tapi aku tetap menjadi diriku sendiri, berharap adikku hanya mencontoh sikap positifku.

Aku hanyalah seorang teman yang selalu berusaha menjadi tempat berbagi tangis, canda dan tawa. Aku bisa membenci diriku sendiri apabila aku tidak dapat membantu temanku atau aku tidak ada saat temanku membutuhkanku. Aku selalu berusaha membantu temanku walaupun terkadang dapat merugikan diriku sendiri. Sulit menolak permintaan teman adalah kelemahanku.

Aku adalah seorang mahasiswi yang tidak ingin mengecewakan dosen yang sudah membagi ilmunya padaku. Aku tipe orang yang mudah “down” saat nilaiku jatuh. Namun, aku juga tipe orang yang mudah bangkit kembali dari ke-“down”-anku itu. Pantang menyerah, itulah yang aku suka dari diriku sendiri.



Ada saatnya dimana aku merasa kehilangan identitasku. Aku merasa tidak menjadi diriku sendiri. Karena terkadang aku hanya berusaha untuk menjadi apa yang diinginkan orang lain, sehingga aku tidak menjadi diriku sendiri. Dan sikap itu sangat sulit dihilangkan.

Banyak teman yang bilang aku kekanak-kanakan. Ya, aku bisa menjadi orang yang berbeda di situasi yang berbeda. Mungkin, sikap kekanak-kanakanku yang lebih sering muncul dihadapan teman-temanku. Namun, ada saatnya aku berubah berpikiran lebih dewasa di saat-saat tertentu. Dan sangat sedikit teman-temanku yang menyadari sisi kedewasaanku itu.

Aku benci dengan sikap “yes man” ku. Sulit sekali untuk menolak permintaan tolong orang lain. Dan yang lebih aku benci lagi, aku tetap berkata “ya” meskipun hal itu dapat merugikan diriku. Aku selalu berpikir, lebih baik bilang “ya” daripada menimbulkan masalah.

Namun, tetap saja aku adalah pemimpin diriku sendiri. Selalu berusaha menjadi yang terbaik, dengan caraku sendiri. Aku adalah aku.

Jumat, 14 Oktober 2011

3rd Journal Reflection : Technology and Language Learning



For first time I read the article, I did not understand. So, I had to read it twice.
There are two kinds of oral interaction based on Bygate’s model, information routines and interaction routines. I got little bit confused about explanation. Why it is part of evaluative, why it is not expository. I think explanation is not too different with description. Description is part of explanation, I guess.                         
I think, encourage student to speak is not easy. Because, I think, external motivation is not enough. It is need the willingness of the student.
After they have the willingness. We can guide the student about accuracy and fluency easily.
Based on the article, computer in teaching speaking skills used as a communication medium. I think,  it is interesting. Because, I think not all of students will get or enjoy the lesson in the classroom, and not all of student will think activities in the classroom is interesting.
Based on my experience, I have some trouble about speaking, maybe, until now. I am always stuck about accuracy, finally I do not produce anything.
But, I think, because of IELL. I have no doubt to speak, even sometime my accuracy is lack.
If I were a teacher, I will to encourage my student to speak first, and then I will guide them until they have good accuracy and fluency.


Selasa, 04 Oktober 2011

2nd Journal Reflection : Humanistic Studies

Namaku

Andriana Eka Sakti, itulah namaku. Kata ibuku “Eka” itu berarti anak pertama, sedangkan “Sakti” karena orang tua saya berharap agar saya menjadi anak yang kuat, juga karena saya lahir di hari kesaktian pancasila. Lalu “Andriana” ? heem, kalau yang ini agak rumit menjelaskannya.
Ayah bercerita bahwa saya lahir di hari yang sama dengan anak dari sepupu ayah, dan mereka bersepakat memberi nama “Andri” pada anak mereka. Namun dikarenakan saya adalah anak perempuan, maka “Andriana” lah yang akhirnya tercantum pada akte kelahiran saya. Anak dari sepupu ayah ? Namanya jadi Bayu. Ya, Benar. Mereka ingkar dengan kesepakatan mereka.
Eyang saya pun pernah bercerita, “Andriana” diambil dari nama dokter yang telah membantu persalinan ibu saya. Ya, benar . Nama saya rumit dijelaskan.



Entah kenapa, saya tidak suka dipanggil dengan nama Andriana. Terkesan ribet dan tidak sesuai dengan image saya. Saya lebih suka dipanggil Andri, karena lebih terdengar simpel. Walaupun terkadang saya agak jengkel karena selalu dikira laki-laki. Bahkan pernah suatu hari ketika kenalan dengan seseorang, orang itu tidak percaya bahwa Andri adalah namaku. “Kok namanya kayak anak laki ?”, kalimat itulah yang selalu terucap dari orang yang baru pertama kali mendengar namaku.
Dulu, saya merasa malu saat diabsen saat di bangku sekolah. Kenapa ? . Karena saat nama “Andriana Eka Sakti” disebut, kalimat “Wessssss, dia Sakti meeeen !!!” atau “Loh ? kirain cowo..” sering sekali terdengar dari teman-temanku.
Bahkan di tempat lesku dulu ketika saya masih SD, saya terkenal dipanggil dengan nama Sakti. Hampir semua teman-teman lesku memanggilku “Sakti”. Tapi, terdengar lumayan keren juga.
Yap, walau bagaimanapun nama adalah doa. Orangtua selalu berdoa untuk anak-anaknya yang terbaik.
Setelah saya mengetahui arti dari nama saya , saya pun bangga dengan nama itu. Karena namaku memiliki arti yang hebat. Anak Pertama yang sangat kuat. Orang tua ku ingin aku menjadi anak pertama yang kuat walaupun aku adalah anak perempuan.

Andriana Eka Sakti
2010120010

Kamis, 29 September 2011

2nd Journal of Technology and Language Learning

I always use multimedia technology almost everyday. I use it to do my assignments or just do something with my notebook to spent my free time. See? Technology is very important for me as a student. Can you imagine if there is no computer or laptop or notebook to do our assignment, especially for reflective journal ? So, we have to do it by hand writting. Arrrrgh ! 200 word ? hand writting ? that would be bored, wasting time, and my hand can be broke.
 Actually, I am not really good in using multimedia. I just interest with browsing something. Sometimes I get confused if the application is too advanced. I like the simple one. But, I always try to be good in multimedia.
I will be an “up to date” and modern teacher. So,  I have to get big effort in multimedia. I realized that student is always up to date with technology. For example, a child is better in using PSP or iPod than their parents. I won’t to be a “jadul” teacher.
So, I hope from this course, I could be more expert in any digital media. So, I can be more “up to date” than my students later.

Selasa, 27 September 2011

Humanistic Studies IE 1


Tentang Humanistic

            Pertama kali yang terlintas dalam pikiran saya setelah mendengar mata kuliah humanistic adalah pelajaran pendidikan kewarganegaraan seperti pada tingkat SD.  Yang saya tahu mengenai humanistic adalah pelajaran mengenai hubungan antar sesama manusia, secara garis besar mungkin sedikit mirip dengan pelajaran PKN yang saya pelajari saat di bangku sekolah dasar dulu.
            Mungkin saya akan menyukai mata kuliah ini, karena saya sangat menyukai hal-hal yang berbau kemanusiaan dan hubungan antar sesama manusia. Saya berharap dengan mempelajari mata kuliah ini, saya bisa menjadi guru yang dapat mengajar murid-murid saya yang pasti akan memiliki bermacam-macam suku, budaya dan agama secara profesional.
            Saya memiliki banyak teman dekat yang berbeda agama. Sewaktu SMA dulu, saya memiliki 4 orang teman dekat, mungkin bisa dibilang teman geng. Dua orang diantaranya beragama kristen dan salah satunya beragama hindu. Kita sering belajar bersama juga pergi “hang out” bersama. Namun terkadang kita memiliki kendala saat ingin pergi “hang out” di akhir pekan, yaitu waktu. Karena setiap hari minggu temanku yang beragama kristen dan hindu beribadah. Jujur, terkadang saya merasa kesal terhadap mereka, atau mungkin terhadap waktu beribadah mereka yang bertepatan di hari minggu. Timbulah pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan yang konyol dalam pikiran saya ketika saya sedang kesal. “Kenapa ibadah harus hari Minggu ?” , “kenapa ibadah ga boleh ditunda aja atau ganti hari ?” , “kenapa Putu harus ada sekolah agama ? emang sembahyang aja ga cukup ?” , “Kalau mereka ibadah hari minggu doang, berarti cuma inget Tuhan hari minggu doang dong.” .  Bahkan saya sempat marah dan kecewa ketika rencana “hang out” kita dibatalkan karena salah satu diantara kita harus beribadah.


            Namun, semakin lama saya pun berpikir bahwa saya egois. Pertanyaan dan pernyataan yang sangat konyol itu pun membuat saya malu. Saya berpikir seolah-olah saya tidak memiliki keyakinan terhadap Tuhan saya sendiri. Kenapa saya harus marah dan kesal terhadap waktu beribadah mereka? padahal mereka sama sekali tidak merasa terganggu ketika saya meminta waktu untuk sholat ketika kita sedang mengerjakan tugas kelompok, bahkan tidak jarang mereka mengingatkan saya untuk sholat saat saya lalai. Sejak saat itu saya mulai mengerti, agar terciptanya hubungan yang harmonis diantara kita, perlu sikap saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan.
            Semakin dekat dengan mereka, saya semakin ingin mengetahui lebih banyak mengenai agama mereka. Saya ingin tahu tentang cara beribadah mereka, tentang larangan-larangan agama mereka, tentang hari “spesial” dalam agama mereka. Hal ini sangat menarik dan bisa menambah wawasan. Menurut saya, semua agama tidak jauh berbeda, kita sama-sama diajarkan dan dibimbing dalam kebaikan dan menjauhi segala bentuk kejahatan. Seperti yang diucapkan kapten Amir dalam film Darah Garuda, “ Kita memiliki jalan yang berbeda, tapi memiliki tujuan yang sama, yaitu jalan menuju Tuhan”.
            Perbedaan bukanlah suatu alasan untuk menjadi halangan dalam kebersamaan. Dengan perbedaan kita bisa mengisi kekosongan yang ada dalam diri kita. Dengan perbedaan kita pun menyadari bahwa kita tidak hidup sendiri dan saling membutuhkan satu sama lain. Dengan perbedaan segalanya menjadi indah J



Kamis, 22 September 2011

Reflection Journal for "Technology and Second Language Teaching" by Mark Warschauer and Carla Meskill

Technology and Second Language Teaching

My opinion about technology is anything that can help human’s activity, but it does not mean that we can not live without technology. This article showed me that we always use technology in learning activity. Even whiteboard or pen is a technology. One of technology that usually exist in learning activity is computer .
As I learnt before in educational psychology, there are so many methodologies in learning. Every method has their own technology . The article said that “ the computer is a machine, not a method”. So,  I think,  even we use a very sophisticated technology but we do not use an appropriate method, it can be ineffective teaching and learning activity . But, for me all of the method is good, depend on the needs of students.
There are the advantages and disadvantages of using technology in the language classroom. Based on the article, “the key to successful use of technology in language teaching lies not in hardware or software but in humanware”.  So, that is mean the main control is the teacher. If I were a teachear, I will reduce the disadvantages with using high technology in certain time. For example, I do not need to use projektor everytime, whiteboard is always there if I need it.
After I read this article, I realized that I have to be a very creative and smart teacher in using technology.  I do believe that technology is important for teacher, and teacher have to up to date with it. But teacher should not be too rely with technology, because teacher is the key to successful in teaching and learning activity.