Selasa, 01 November 2011

3rd Journal Reflection : Humanistic Studies

Identitasku

Namaku adalah Andriana Eka Sakti.

Aku adalah seorang anak pertama yang selalu berusaha untuk selalu berbakti kepada orang tuaku. Aku adalah seorang anak yang beruntung karena memiliki orang tua yang lengkap dan sangat menyayangiku. Orang tuaku adalah orang jawa, dan aku hanyalah keturunan jawa.

Aku adalah seorang kakak yang selalu berusaha agar bisa menjadi panutan adikku. Bertengkar adalah kegiatan rutin yang hampir tidak pernah tidak aku lakukan dengan adikku setiap harinya. Ya, terkadang egoku sangat tinggi. Menjadi seorang panutan sangat sulit. Tapi aku tetap menjadi diriku sendiri, berharap adikku hanya mencontoh sikap positifku.

Aku hanyalah seorang teman yang selalu berusaha menjadi tempat berbagi tangis, canda dan tawa. Aku bisa membenci diriku sendiri apabila aku tidak dapat membantu temanku atau aku tidak ada saat temanku membutuhkanku. Aku selalu berusaha membantu temanku walaupun terkadang dapat merugikan diriku sendiri. Sulit menolak permintaan teman adalah kelemahanku.

Aku adalah seorang mahasiswi yang tidak ingin mengecewakan dosen yang sudah membagi ilmunya padaku. Aku tipe orang yang mudah “down” saat nilaiku jatuh. Namun, aku juga tipe orang yang mudah bangkit kembali dari ke-“down”-anku itu. Pantang menyerah, itulah yang aku suka dari diriku sendiri.



Ada saatnya dimana aku merasa kehilangan identitasku. Aku merasa tidak menjadi diriku sendiri. Karena terkadang aku hanya berusaha untuk menjadi apa yang diinginkan orang lain, sehingga aku tidak menjadi diriku sendiri. Dan sikap itu sangat sulit dihilangkan.

Banyak teman yang bilang aku kekanak-kanakan. Ya, aku bisa menjadi orang yang berbeda di situasi yang berbeda. Mungkin, sikap kekanak-kanakanku yang lebih sering muncul dihadapan teman-temanku. Namun, ada saatnya aku berubah berpikiran lebih dewasa di saat-saat tertentu. Dan sangat sedikit teman-temanku yang menyadari sisi kedewasaanku itu.

Aku benci dengan sikap “yes man” ku. Sulit sekali untuk menolak permintaan tolong orang lain. Dan yang lebih aku benci lagi, aku tetap berkata “ya” meskipun hal itu dapat merugikan diriku. Aku selalu berpikir, lebih baik bilang “ya” daripada menimbulkan masalah.

Namun, tetap saja aku adalah pemimpin diriku sendiri. Selalu berusaha menjadi yang terbaik, dengan caraku sendiri. Aku adalah aku.